Home » Tanya Dhamma

“Mengalahkan Diri Sendiri” dan Konsep Anatta

30 September 2005 No Comment
Saya mau tanya soal ungkapan “mengalahkan diri sendiri” yang sering disebut-sebut dalam dhammadesana di vihara. Jika ada yang mengalahkan, berarti ada yang dikalahkan dong? Bagaimana jika dikaitkan dengan konsep tanpa aku (anatta)?

Diman

Jawaban dari Selamat Rodjali:

Namo Buddhaya,
Memang antara ‘aku’ dan ‘tanpa aku’ sering menimbulkan kontroversi. Sang Buddha menerangkan dua jenis kebenaran, yaitu:

  1. Kebenaran konvensi (kesepakatan) ==> disebut pula sebagai Sammutti Sacca
    Kebenaran ini digunakan di dalam pergaulan sehari-hari untuk sebutan, penamaan, dan kemudahan berkomunikasi. Di dalam pergaulan konvensi ini selalu digunakan, oleh karena itulah muncul istilah aku, diriku dan sebagainya hanya dalam pergaulan kehidupan yang dicengkeram oleh konvensi.
  2. Kebenaran mutlak (hakekat sesungguhnya) ==> disebut sebagai Paramatha Sacca
    Kebenaran ini digunakan di dalam hakekat sesungguhnya segala sesuatu, di mana tidak ada ‘aku’, ‘diriku’, ‘milikku’ dan seterusnya.

Ketika seseorang bertanya: “Kalau tidak ada aku, siapa dong yang mengalahkan diriku”. Sebenarnya pertanyaan ini tidak tepat, karena ada dua kebenaran dicampuradukkan, yaitu:

  • Kebenaran mutlak, yang tercakup di dalam kumpulan kata : ‘kalau tidak ada aku’ dan
  • Kebenaran konvensi, yang tercakup di dalam kumpulan kata: ‘siapa yang mengalahkan diriku’

Jadi, bila kita berbicara kebenaran konvensi, maka seyogyanya semua kalimat itu meliput perihal konvensi. Demikian pula sebaliknya, bila kita berbicara kebenaran mutlak, maka seyogyanya semua kalimat itu meliput perihal kebenaran mutlak.

Setelah mengetahui kedua jenis kebenaran ini yang sangat berbeda satu sama lain, maka seyogyanya pula kita tidak terkecoh dan bingung. Karena pada satu saat kesempatan Sang Buddha menjelaskan perihal kehidupan yang penuh konvensi (kebenaran kesepakatan), dan di saat yang lain dengan konteks lain Beliau menjelaskan perihal kehidupan di dalam hakekat yang sesungguhnya (kebenaran mutlak). Sayangnya, hal ini jarang sekali dijelaskan oleh para pembabar Dhamma, sehingga kadang kala muncul di dalam pikiran umat pencampuradukkan kedua kebenaran itu di dalam satu kalimat. Seperti pertanyaan penanya.

Untuk memahami perbedaan keduanya, Kitab Suci Tipitaka bagian Abhidhamma pitaka menjelaskan secara rinci tentang hakekat sesungguhnya segala sesuatu. Pemahaman penembusannya harus diimbangi dengan praktik vipassana bhavana di bawah bimbingan guru yang memadai. Di Indonesia, kami mengetahui ada beberapa guru yang tepat, seorang sudah almarhum yaitu Y.M. Bhante Girirakkhito, seorang lagi sudah pensiun, dan seorang lagi adalah Y.M. Bhante Thitaketuko.

Semoga semua mahluk berbahagia.

Comments are closed.