Perayaan Kathina 2542 di Blitar
Pret! Tiba-tiba aliran listrik padam. Padahal sekitar sembilan menit lagi acara bakal dimulai. Seketika suasana menjadi gelap gulita. Kira-kira semenit kemudian, lampu menyala kembali. Beberapa orang yang hadir, termasuk BuddhistOnline.com, menduga kalau kejadian itu merupakan bagian dari “skenario” acara. Rupanya tidak. Karena aliran listrik di rumah tetangga sebelah juga ikutan padam.
Peristiwa itulah yang sempat mewarnai acara Perayaan Hari Kathina 2542 di Vihara Samaggi Jaya, Blitar pada 10 Oktober 1998. Bukanlah hal yang aneh kalau ada umat yang “mencurigai” peristiwa pemadaman itu. Karena biasanya kegiatan-kegiatan dari vihara yang terletak di jalan Slamet Riyadi, Blitar itu terkenal selalu tampil beda. Termasuk untuk hari itu.
Lihatlah. Kalau biasanya acara dipusatkan di Dhammasala, kali ini tidak. Yang dipakai adalah gedung baru yang terletak di sebelah Timur vihara. Nampaknya, gedung ini baru selesai dibangun. Terlihat semuanya masih kinclong.
Kemudian, ketika masuk ke tempat acara, kita sudah disambut dengan lukisan pemandangan di daerah Wlingi, tempat Panti Semedi Balerejo berada. Lengkap dengan pegunungan “Putri Tidur”nya segala, ditambah dengan “danau buatan”. Lukisan yang dijadikan latar belakang panggung itu cukup menarik perhatian. Selain ditampilkan super besar juga karena detilnya benar-benar diperhatikan. Sehingga kalau tidak ‘hati-hati’, orang yang menikmatinya bisa seakan-akan sedang berada di tempat aslinya.
Asal tahu saja, sebenarnya rencana semula Perayaan Hari Kathina itu akan dilangsungkan di Panti Semedi Balerejo, Wlingi. Tetapi karena ada alasan lain, lantas rencananya berubah.
“Pemindahan lokasi itu untuk mengantisipasi jumlah umat yang membludak dan sekaligus untuk peresmian gedung baru, Gedung Serba Guna, di Vihara Samaggi Jaya,” kata Y.M Uttamo Thera, Kepala Vihara Samaggi Jaya.
Mungkin karena pemindahan itulah maka dipasanglah latar belakang tadi.
“Bisa dibilang suasananya adalah Blitar ‘rasa’ Wlingi. Di samping itu penggunaan background itu juga untuk memberikan gambaran tentang Wlingi,” ujar Bhante Uttamo, sebutan Y.M Uttamo Thera.
Tepat pukul 7 malam, perayaan hari berdana kepada Sangha itu dimulai. Diawali penampilan anak-anak Sekolah Minggu Vihara Samaggi Jaya yang membawakan lagu “Ke Vihara”.
Saat itu Bhikkhu Sangha yang berkenan hadir berjumlah lima orang. Kelima Bhikkhu Sangha itu adalah Y.M Dhammavicayo Thera, Y.M Uttamo Thera, Y.M Khantidharo Thera, Y.M Bhikkhu Tithaketuko, dan Y.M Bhikkhu Viriyadharo. Para Bhikkhu Sangha ini juga didampingi oleh empat orang Samanera.
Kehadiran lima orang Bhikkhu Sangha sekaligus di tempat dan waktu yang sama bisa dibilang tidak sering terjadi di Indonesia, apalagi pada saat krisis ekonomi begini. Bisa jadi keadaan tersebut menjadi salah satu sebab membludaknya umat yang datang pada malam itu. Sekitar 700 kursi yang disediakan dalam gedung berukuran 15 x 9 meter itu tidak cukup untuk menampung mereka. Panitia terpaksa harus menambah kursi di sana-sini. Diperkirakan umat yang hadir saat itu melewati angka seribu orang. Dan mereka tidak hanya datang dari Blitar dan sekitarnya, tetapi juga dari Surabaya, Malang, dan Jakarta.
Dalam Dhammadesananya, Bhante Uttamo menerangkan hubungan batas cukup dengan kebahagiaan. “Mereka yang tahu batas cukupnya sampai di mana, akan mudah memperoleh ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, mereka yang tidak bisa menentukan kapan mereka merasa cukup, akan sulit memperoleh ketenangan dan kebahagiaan,” jelas Bhikkhu yang baru saja merilis buku Dewasa dalam Dhamma.
Meskipun terlihat agak janggal, perayaan salah satu hari raya umat Buddha itu juga dimeriahkan dengan tampilnya vokal grup dari salah satu vihara di Surabaya. Mereka sempat muncul beberapa kali. Sayangnya, selain sound system yang tidak begitu mendukung, penampilan mereka juga terkesan agak kurang sip, baik dalam olah suara maupun gerak. Mungkin latihannya kurang.
Sekitar pukul 21.00 WIB, acara diakhiri dengan pembacaan paritta Namakara Gatha. Para umat yang usai berdana keluar dari gedung dengan wajah yang berseri-seri meski terlihat ada sedikit peluh di wajah mereka. Maklum, saat antri akan menyerahkan dana tadi mereka sempat harus berdesak-desakan. Di jalan keluar, panitia membagikan kotakan berisi kue kepada para umat.
Acara malam itu sudah berakhir, tetapi rupanya panitia belum boleh beristirahat. Sebab rangkaian acara dalam rangka merayakan hari Kathina belum usai. Keeesokan harinya, mereka harus membagikan paket sembako sejumlah seribu buah bagi penduduk sekitarnya. Sebagian dibagikan dengan menggunakan sistem kupon, sisanya langsung diantar ke rumah-rumah penduduk. Yang terakhir ini ditujukan bagi mereka yang rumahnya agak terpencil.
Sehari sebelumnya (Sabtu pagi), panitia juga mengadakan aksi pengobatan gratis dan pembagian obat-obatan. Begitu dong. Umat Buddha jangan hanya ribut bikin organisasi saja. Harusnya ‘ribut’ juga bikin aksi berbuat baik juga.