Antara Angka Sembilan, Pohon Bodhi, dan Isu
BuddhistOnline.com – Seandainya ada dari mereka yang percaya bahwa 9 September 1999 pukul 09.09′.09” merupakan hari kiamat hadir pada peresmian penggunaan Panti Semedi Balerejo, Wlingi, Blitar, bisa jadi bakal stres berat. Bagaimana tidak, semuanya serba sembilan. Di sana-sini nuansa angka itu sangat kental terasa. Lihat sajalah.
Hari itu, Kamis, 9-9-1999, peresmian penggunaan Panti Semedi “Balerejo”, Wlingi, Blitar dilakukan tepat pada pukul 09.09′.09”. Peresmiannya ditandai dengan penanaman Pohon Bodhi oleh sembilan orang yang terdiri dari tujuh orang umat Buddha senior Desa Balerejo dan dua orang umat lainnya asal Blitar dan Wlingi.
Ada yang istimewa dengan Pohon Bodhi itu. Karena nantinya Pohon Bodhi itulah bakal menjadi objek pemujaan di pusat latihan meditasi itu. Jadi, bukan Buddha Rupang sebagaimana pada umumnya.
“Penggunaan Pohon Bodhi itu untuk menghilangkan kesan salah yang telanjur beredar di masyarakat bahwa Agama Buddha menyembah berhala karena selalu menggunakan patung pada setiap upacara ritualnya,” kata Bhante Uttamo via e-mail.
Selesai penanaman, dilakukan puja bhakti pertama kali di dhammasala terbuka dengan menggunakan objek pemujaan Pohon Bodhi. Puja bhakti pada pagi hari itu diikuti tidak kurang dari 200 orang umat Buddha yang tidak hanya berasal dari daerah Wlingi dan sekitarnya saja. Ada juga yang datang dari Blitar, Tulungagung, Malang, Surabaya, Bali, Pare-Pare, Samarinda, Jakarta, dan Amerika Serikat.
Sebelumnya, sejak pukul 08.00 WIB dilakukan pembacaan paritta oleh umat Buddha yang hadir saat itu dengan dipimpin oleh Y.M. Dhammavijayo Thera dan Y.M. Uttamo Thera. Lalu, dilanjutkan dengan prosesi pengusungan pohon Bodhi dari dhammasala tertutup menuju dhammasala terbuka dan melakukan padakkhina sebanyak tiga kali dengan mengelilingi dhammasala terbuka.
Setelah upacara selesai, acara berikutnya adalah pemotongan sembilan buah tumpeng yang dilakukan oleh sembilan orang sesepuh vihara. Kemudian pucuk (bagian atas) dari masing-masing tumpeng itu diserahkan kepada sembilan orang generasi muda, dengan maksud agar semangat pembabaran Dhamma dan pembangunan vihara bisa dilanjutkan oleh generasi penerus.
Sebagai penutup, dalam kesempatan itu juga dilakukan peluncuran perdana kaset dan CD Paritta I Sangha Theravada Indonesia oleh Bhante Uttamo. Asal tahu saja, kaset dan CD paritta tersebut memang sengaja diterbitkan dalam rangka peresmian penggunaan Panti Semedi “Balerejo”, Wlingi dan peringatan delapan tahun Vihara Samaggi Jaya, Blitar. Sebagai cendera mata, setiap umat yang hadir mendapat sebuah kaset yang berisi pembacaan paritta oleh Y.M. Bhikkhu Mahã Dhammadiro itu.
Sedikit menengok ke belakang. Sebenarnya, pembangunan Panti Semedi “Balerejo” telah dimulai sejak 9 September 1990, bersamaan dengan pembangunan Vihara Samaggi Jaya, Blitar. Adapun dipilihnya nama “Balerejo” karena tempat latihan meditasi ini terletak di Desa Balerejo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Dari Blitar, jaraknya kurang lebih 30 km.
Di Panti semedi “Balerejo” terdapat banyak keunikan. Salah satunya adalah adanya dhammasala terbuka yang hingga saat ini masih menjadi satu-satunya di Indonesia. Sebagai tempat meditasi, Panti Semedi “Balerejo” dilengkapi dengan ruang-ruang meditasi, baik untuk sendirian maupun bersama. Selain itu, dengan ketinggiannya yang berada pada 550 meter di atas permukaan laut membuat tempat ini selalu terasa sejuk.
Kini, vihara merangkap tempat meditasi yang konon terbesar di Indonesia (10.000 m2) itu telah diresmikan. Atas peresmian pengunaan Panti Semedi “Balerejo”, Wlingi, peringatan delapan tahun Vihara Samaggi Jaya, Blitar, dan peluncuran perdana kaset dan CD Paritta I STI, BuddhistOnline.com turut ber-muditãcita dan mengucapkan selamat! (Sri Handayani/bch)
Leave your response!