Terima kasih atas jawaban mengenai Tipitaka. Ada satu pertanyaan yang ingin saya ajukan kembali. Dalam jawaban yang diungkapkan oleh Bhikkhu Suguno bahwa pada pasamuan yang kedua membahas tentang 10 praktik (dijalankan bhikkhu yang tinggal di daerah Vajji, India) yang diputuskan melanggar Vinaya dan kemudian menyelenggarakan pasamuan sendiri dan menjadi Mahasanghika / Mahayana (mohon koreksi jika salah tangkap). Dari penjelasan di atas dapat saya tangkap bahwa memang sejak awal Mahayana melanggar Vinaya yang telah ditetapkan oleh Sang Buddha.
Jika demikian, bagaimana mungkin seseorang dapat mencapai kesucian jika latihan yang dijalankan …
Namo Sanghyang Adi Buddhaya,
saya adalah mahasiswa arsitektur Universitas Sumatera Utara yang sedang melaksanakan tugas akhir. Judul yang saya ajukan adalah mengenai Arama dengan tema simbolisme pada arsitektur religius. Yang ingin saya tanyakan adalah mengenai simbol-simbol pada Agama Buddha baik simbol bangunan maupun filsafat yang dapat diterapkan pada bangunan religius. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Josephine Tandiana, Medan
Saya mau tanya, saya udah bingung dari dulu. Seandainya kita tutup pintu dan nggak sengaja ada cecak yang mati terjepit, apakah hal tersebut termasuk kamma yang akan membuahkan akibat dan hasil? Apakah termasuk kamma buruk?
Saya pikir begini, kamma adalah segala perbuatan yang dilakukan disertai oleh kehendak atau cetana. Nah, kita ‘kan nggak berkehendak membunuh cecak itu, berarti nggak termasuk kamma dong. Tapi menurut guru Agama Buddha saya di sekolah, hal itu akan menimbulkan suatu kamma buruk yang agak kecil kadarnya karena kita nggak sengaja. Kalau ditilik dari definisi kamma …
Saya pernah baca cerita Jataka di mana suatu waktu Sang Buddha sebelumnya pernah terlahir sebagai Pangeran Vesantara. Pangeran ini berkorban tubuhnya sendiri untuk menjadi makanan dari seekor macan betina dan anak-anaknya yang kelaparan. Saya mau tanya, mungkinkah bagi manusia-manusia kebanyakan berkorban memberi tubuhnya untuk mahluk lain seperti yang dilakukan Pangeran Vesantara tersebut. Apakah kalau kita belum mencapai tingkat kesucian dapat melakukan perbuatan seperti yang dilakukan pangeran tersebut? Soalnya keakuan kita ‘kan masih belum terkikis. Terima kasih atas perhatiannya.
Frans Mulyadi, Singapura
Dengan Metta,
Kita mengetahui bahwa Tipitaka atau Tripitaka merupakan kitab suci Agama Buddha yang diyakini merupakan ajaran dari Sang Buddha. Namun dari sejarah, dikatakan bahwa kitab suci baru ditulis sekitar 400 tahun setelah Sang Buddha Parinibbana.
Mengingat waktu yang cukup lama, menurut saya, kemungkinan terjadi salah persepsi ataupun salah hafal dan mungkin juga penambahan di sana-sini sangat besar. Bagaimana seharusnya seorang Buddhis memandang hal ini? Terima Kasih sebelumnya.
Danny, Tangerang