Home » Tanya Dhamma

Seberapa Banyak Perbuatan Baik Harus Dilakukan?

19 March 2008 No Comment
Namo Buddhaya,
Saya telah membaca salah satu Dhammadesana oleh Bhante Utammo di mana dikatakan bahwa perbuatan baik yang terus menerus dilakukan bisa mengurangi kamma buruk kita. Pertanyaan saya:

  1. Seberapa banyak perbuatan baik yang harus kita lakukan, mengingat kita sendiri tidak tahu secara pasti ‘dosa-dosa’ yang telah kita perbuat pada kehidupan yang lampau maupun sekarang?
  2. Ada seorang pendeta agama tertentu yang menanyakan kepada saya, kalau kita tiap hari melakukan satu kali perbuatan ‘dosa’, dihitung tiap bulan hingga tiap tahun sampai kita meninggal semisal di usia 60 tahun, bisakah kita masuk ke surga dengan modal kekuatan diri kita tanpa ada bantuan “sang juru selamat”?

Sekian pertanyaan saya. Mohon responnya.

Ari Sardjono, Taipei, Taiwan

Jawaban dari Y.M. Bhikkhu Uttamo:

Namo Buddhaya,

  1. Dalam Buddha Dhamma tidak dipentingkan untuk mengetahui jumlah kamma buruk yang pernah dilakukan. Namun, tugas manusia adalah mengembangkan kebajikan dengan mengurangi kejahatan. Dengan ketekunan melaksanakan kebajikan, maka seseorang otomatis akan dapat memperkecil pengaruh kamma buruk yang dimilikinya. Ibarat sesendok garam yang dimasukkan ke dalam secangkir air, tentu rasanya asin. Tetapi, orang tidak perlu mengetahui seberapa banyak garam yang sudah dimasukkan. Orang hanya mengetahui bahwa rasa air itu asin, karena itu, dengan menambah banyak air barulah rasa asin itu akan berkurang, walau jumlah garamnya tetap. Demikian pula dengan kamma, tidak perlu diketahui berapa banyak kamma buruk yang dimiliki (dalam contoh, kamma buruk = garam), namun berusahalah untuk terus menambahkan air (dalam contoh: kamma baik, kebajikan = air) sehingga akhirnya hidup akan berkurang penderitaannya, timbulllah kebahagiaan.
  2. Dalam Dhamma sudah diajarkan bahwa kita bukan hanya menambah kamma baik saja, melainkan juga mengurangi kejahatan, dan bahkan mensucikan pikiran. Oleh karena itu, apabila setiap hari dia melakukan kesalahan selama puluhan tahun, maka sesungguhnya hal ini menunjukkan orang yang tidak belajar dari kesalahan. Ibarat seekor keledai yang terperosok ke dalam sebuah lubang, dan dia mengulanginya setiap hari selama puluhan tahun, maka tentunya hal ini merupakan tanda tidak tumbuhnya kebijaksanaan. Justru dalam Agama Buddha peningkatan kualitas kebijaksanaan ini sangatlah penting. Mengembangkan kesadaran adalah kunci pokoknya, sehingga kesalahan yang diperbuat hendaknya tidak akan diulang di kesempatan yang akan datang. Sekaligus terus berusaha menambah kebajikan, sehingga akhirnya volume kamma baik akan lebih banyak daripada kamma buruk yang dimiliki, seperti contoh air dan garam di atas.

    Apalagi bila seseorang terus mengembangkan latihan meditasi sehingga batin terbebas dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, maka bukan hanya surga yang bisa dicapai, melainkan bisa mencapai Nibbãna (keBuddhaan / kesucian). Sesungguhnya, Nibbana bukanlah surga, Nibbãna adalah tidak terlahirkan kembali. Surga adalah buah kebajikan saja, dan surga dalam Agama Buddha juga tidak hanya satu, karena semakin banyak kebajikan yang dilakukan, maka semakin tinggi pula surga yang diperolehnya. Kalau sudah demikian, apakah masih diperlukan lagi seorang ‘juru selamat’? Andaikan dia melakukan kesalahan satu setiap haripun, maka surga juga akan diperolehnya, walau mungkin tidak setinggi mereka yang lebih sedikit kesalahan yang diperbuatnya.

Semoga bermanfaat.

Semoga semua mahluk berbahagia.

Comments are closed.