Home » Tanya Dhamma

Berdana Seluruhnya = Bodoh?

9 October 2006 No Comment
Namo Buddhaya,
Di jelaskan dalam cerita Anathapindika bahwa Anathapindika menyumbangkan kekayaannya demi Sangha sampai ia tidak mempunyai kekayaan lagi. Mahluk yang ada di rumahnya menjadi tidak suka dengan Anathapindika walaupun akhirnya mahluk itu membantu mencarikan harta untuknya. Pertanyaan saya, jika dalam berdana kita memberikan seluruh bagian dari harta kita, apakah itu bukan yang bodoh?

Mettacitena,
Heryanto Goeyana, Surabaya

Jawaban dari Y.M. Bhikkhu Uttamo:

Kalau dilihat sepintas dari cerita di atas, memang kelihatannya itu adalah kebodohan. Namun, kita hendaknya bisa memahami bahwa setiap orang tentu memiliki alasan masing-masing untuk membenarkan tindakannya. Demikian pula dengan Anathapindika. Beliau melakukan hal itu yaitu berdana besar-besaran, sesungguhnya adalah dalam rangka untuk menghilangkan kemelekatan yang disebabkan oleh kekotoran batin yaitu lobha, dosa, dan moha.

Perilaku berdana besar-besaran ini sebenarnya juga dengan mudah dijumpai dalam masyarakat saat ini. Misalnya saja mereka yang bertekad memasuki kehidupan kebhikkhuan. Mereka juga melepas segalanya. Mereka bahkan meninggalkan rumah tangganya. Dan, memang, kadang orang lain pun menganggap hal ini sebagai kebodohan. Padahal, mereka punya alasan yang kuat pula untuk melakukan hal ini.

Oleh karena itu, untuk menilai tindakan seseorang, kita tidak bisa menilainya secara global dengan hanya melihat satu sisi saja, tetapi hendaknya melihat dan mempertimbangkan segala kondisi dan tujuan dari masing-masing pelakunya.

Jawaban dari Selamat Rodjali:
Sdr. Heryanto, berdana banyak sekali tingkatannya. Tergantung pada kemajuan batin dan tingkat tidak melekatnya orang yang berdana akan mencerminkan seberapa besar dana tersebut. Bagi orang tertentu mungkin harta bukan-apa-apa, bahkan dia bisa berdana anggota tubuhnya. Bagi orang tertentu bahkan mungkin saja berdana kehidupannya yang jauh lebih luhur dari barang ataupun tubuhnya.

Bagi seseorang yang tingkat kemelekatannya masih tinggi, maka akan sangat sulit dan pasti akan merasa seolah tak masuk akal untuk menyerahkan barang semuanya.

Nah, Sang Buddha tidak memaksakan untuk menyerahkan barang semuanya, tapi sesuai dengan kemampuan seseorang. Dalam arti sesuai kemampuan batin seseorang untuk tidak melekat kepada sesuatu yang diberikan.

Semoga bermanfaat.

Semoga semua mahluk berbahagia.

Comments are closed.