Home » Tanya Dhamma

Apakah Nibbãna = Niyama?

8 September 2007 No Comment
Namo Buddhaya,

1. Saya ingin menanyakan tentang Avalokitesvara (Kwan Im Pou Sat). Di bagian manakah dalam Tipitaka (Pali) / Tripitaka (Sansekerta) dijelaskan secara detail dan kapankah Sang Buddha membabarkan tentang Avalokitesvara?

2. Apakah sama pengertian Nibbãna dengan Hukum Niyama? Di mana, maksud saya, siapa yang telah mencapai Nibbãna dan memasuki Parinibbãna maka keadaannya sama dengan Hukum Niyama.

3. Bagaimana mengetahui bahwa meditasi yang telah dilakukan rutin setiap hari telah membawa suatu hasil? Apakah ciri-cirinya?

Mettacitena,

Akwang, Jakarta

Jawaban dari Y.M. Bhikkhu Uttamo:

  1. Dalam kitab Tipitaka Pali, setahu saya tidak pernah diterangkan tentang hal ini.
  2. Dalam Dhamma Niyama, salah satu dari Panca Niyama Dhamma, memiliki pengertian adanya hal-hal yang diluar pemahaman manusia, salah satunya adalah pencapaian Nibbãna / Nirvana.
  3. Kekuatan memegang obyek selama duduk meditasi adalah merupakan salah satu tanda keberhasilan latihan meditasi. Lamanya memegang obyek memang sangat relatif, namun, kalau seseorang bisa memegang obyek selama kurang lebih 75% dari waktu yang digunakannya bermeditasi, maka dapatlah dia dikatakan berhasil. Walaupun demikian, masih banyak kriteria lain yang bisa digunakan sebagai ukuran.
Jawaban dari Selamat Rodjali:

  1. Di dalam Tipitaka (Pali) tidak pernah dituliskan tentang Kwan Im Pou Sat. Kwan Im ada di dalam cerita klasik Cina, dan sangat berbeda dengan Avalokitesvara dari Mahayana Buddhism.
  2. Tidak sama. Niyama memiliki karakteristik “berkondisi”, contohnya: Utu Niyama, keselarasan temperatur / kelembaban, tergantung kondisi. Bija Niyama, keselarasan organik, juga sangat tergantung kondisi. Kamma Niyama, keselarasan perbuatan, juga tergantung kondisi dalam aksi maupun reaksi. Citta Niyama, keselarasan proses pikiran, juga tergantung kondisi dalam proses pikiran yang muncul padam. Dhamma Niyama, keselarasan fenomena, juga tergantung kondisi. Sedangkan Nibbãna karakteristiknya, “tidak berkondisi”, tidak menjelma, tidak dilahirkan, mutlak.

    Arahat / Buddha, memiliki karakteristik “berkondisi” dan Nibbãna yang dialaminya ketika merealisasi ke-Arahatan / ke-Buddhaan, memiliki karakteristik “tidak berkondisi”.

    Nibbãna dialami oleh mereka yang telah terbebas dari belenggu batin, paling sedikit tiga macam belenggu, yaitu mempercayai bahwa dengan upacara dapat merealisasi kesucian, menganggap bahwa ada kemilikan / inti / jiwa yang kekal, memiliki keraguan skeptis.

    Parinibbana ada dua jenis, yaitu kilesa parinibbãna (padamnya kekotoran batin secara sempurna, ini terjadi bagi Arahat / Buddha semasa hidupnya) dan khandha parinibbana (padamnya perpaduan batin jasmani / mangkatnya mahluk Arahat / seorang Buddha).

  3. Tingkat keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kegelapan batin (moha) makin menipis, tingkat keseimbangan batin makin baik, tidak mudah stres, dan seterusnya.

Comments are closed.