Bulan Mei terasa semakin mengkilap saja. Saat ini, Bulan Mei tidak hanya merupakan bulan yang istimewa dimana Hari Tri Suci Waisak biasanya diperingati oleh Umat Buddha. Karena rupanya bagi beberapa pihak, bulan Mei juga dianggap sebagai “bulan baik” untuk mengeluarkan seruan atau pernyataan. Salah satunya adalah Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI).
Biarpun belum pasti apakah umat Buddha yang datang bakal sebanyak biasanya, tetapi peringatan Waisak 2543/1999 yang tahun ini jatuh pada 30 Mei 1999 diperkirakan bakal berlangsung lebih ramai dari biasanya. Minimal jika dilihat dari jumlah mazhab atau sekte dalam agama Buddha yang ikut. Pasalnya, kali ini jumlah sekte yang akan ikut dalam upacara itu lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Yaitu delapan sekte.
Harusnya dekat-dekat ini kita sudah nggak perlu bingung membedakan mana Vihara aliran Theravada atau tidak. Karena cukup melihat dari luar. Jika ada lambang Roda Dhamma (Dhammacakka), berarti vihara tersebut mengajarkan Agama Buddha aliran Theravada. Kalau tidak ada, ya cukup cepat-cepat minggat cari yang lain. Tidak perlu “mabuk” karena salah masuk.
Tampaknya kenyataan memaksa kita harus bersabar untuk menikmati ‘fasilitas’ itu. Pasalnya, ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Rapat Karaka Sangha Sabha III/1998 Sangha Theravada Indonesia (STI) Bab VIII itu masih belum sepenuhnya dilaksanakan oleh vihara-vihara binaan STI. Meski sudah dikeluarkan sejak akhir …
Biar keadaan lagi krisis, terutama krisis moral, keinginan jadi bhikkhu harus jalan terus. Tidak boleh goyah. Apalagi memang peranan para bhikkhu sebagai pembina dan penjaga moral semakin dibutuhkan di saat kebringasan merajarela di mana-mana. Makanya, berbahagialah umat Buddha Indonesia pada umumnya ketika minggu lalu dilangsungkan upasampada bhikkhu Sangha Theravada Indonesia (STI) untuk kesekian kalinya. Karena berarti bertambah dua orang lagi jumlah bhikkhu STI di Indonesia. Mereka adalah Y.M. Bhikkhu Santamano dan Y.M. Bhikkhu Sugandho.
Namanya orang perantauan sama saja. Meski sudah lama bermukim di negeri orang, tetap saja ada kerinduan terhadap segala sesuatu yang berbau kampung halaman. Demikian juga yang dialami oleh saudara-saudara se-Dhamma kita asal Indonesia yang tinggal di Sydney, NSW, Australia. Meski sudah jadi Sydneysiders (panggilan buat orang Sydney), tetap saja kangen terhadap hal-hal berbau Indonesia. Termasuk soal puja bhakti.
Biarpun di Australia terdapat kurang lebih 100 buah Vihara, tetap saja dianggap kurang menarik. Karena tidak ada yang menggunakan Bahasa Indonesia. Padahal Umat Buddha dari negara-negara lain sudah bisa melaksanakan Puja Bhakti dengan …