BuddhistOnline.com
»  
MENGENAI KAMI FAQ KONTAK
Index | Ajaran-Dasar | Berita | Dhammadesana | Tanya-Dhamma | Forum | Galeri | Vihara | Dokumen | Sejarah | Link
Dhamma Study Group Bogor
 


Update Terakhir:
Wednesday, September 28, 2005
Masa Pembenahan BuddhistOnline.com

Tuesday, May 24, 2005
Selamat Hari Tri Suci Waisak 2549

Tuesday, May 24, 2005
Renungan Waisak 2549 STI

Friday, May 20, 2005
Tanya Dhamma: Hubungan Deja Vu dan Kamma Masa Lampau

Sunday, May 1, 2005
Benarkah Mahabodhi Vihara Bodh Gaya Dicoret dari Daftar Cagar Budaya Dunia UNESCO?

 
Perjalanan Agama Buddha di Indonesia 672-1995
(bagian ketiga)

 

Tanggal 29 September 1976 terbentuk Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia (GUBSI) dengan Ketua Umum Rd. Eko Sasongko Praptomo, SH., dan Sekjen Drs. Pannajiwa AT. GUBSI terdiri dari gabungan umat dari tujuh organisasi, yaitu:

  1. Buddha Dharma Indonesia (BUDHI),
  2. Gabungan Tri Dharma Indonesia (GTI),
  3. Gabungan Vihara Buddha Mahayana Indonesia,
  4. Majelis Agama Buddha Nichiren Shoshu Indonesia,
  5. Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI),
  6. Pamong Umat Buddha Kasogatan,
  7. Perhimpunan Buddha Dharma Indonesia (PERBUDHI).

Pada tanggal 3 Oktober 1976 di Bandung terbentuk Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (MAPANBUDHI), dengan Sekjen MPU Khemanyana Karbono dan Wakil Sekjen MPU (alm.) Sumedha Widyadharma.

Tanggal 11 Oktober 1976 terbentuk Majelis Agung Buddha Indonesia (MABI) sebagai forum konsultasi dari Majelis-majelis Agama Buddha yang ada, yaitu Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI), Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI). Majelis Buddha Dharma Indonesia. Gabungan Tri Dharma Indonesia (GTI). Majelis Kasogatan. Nichiren Shoshu. Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD).

Tanggal 23 Oktober 1976 merupakan tanggal yang bersejarah bagi Agama Buddha mazhab Theravada di Indonesia. Karena pada hari itu berdirilah Sangha Theravada Indonesia di Vihara Maha Dhammaloka, Semarang (sekarang Vihara Tanah Putih). Para Bhikkhu yang tercatat sebagai pendirinya adalah Y.M. Bhikkhu Aggabalo, Y.M. Bhikkhu Khemasarano (alm.), Y.M. Bhikkhu Suddhammo (alm.), Y.M. Bhikkhu Khemiyo, dan Y.M. Bhikkhu Nanavuttho.

Pada 7 - 8 Mei 1978 telah dilangsungkan Kongres Umat Buddha di Yogyakarta dan terbentuklah Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sebagai wadah tunggal umat Buddha di Indonesia dengan Suparto Hs. Sebagai ketua dan anggota-anggotanya adalah Suwarto Kolopaking, S.H., Ir. T. Soekarno, Gunawan Sindhumarto, S.H., Drs. Oka Diputhera, Bhaggadewa Siddharta, Herman S. Endro, S.H., dan Hartanto Kulle.

Tanggal 9 Maret 1981 dibentuk Yayasan Jakarta Dhammacakkha Jaya dengan Ketuanya adalah (alm.) Bapak O. P. Koesno dan sebagai Sekretaris diangkatlah (alm.) Drs. Teja S. M. Rashid .

Pada 8 - 11 Juli 1986 di Jakarta diadakan Kongres I WALUBI yang dibuka oleh Presiden Soeharto.

Pengukuhan Uposathagara yang terletak di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Jakarta dilakukan pada 24 Agustus 1985. Upacara dipimpin oleh Somdet Phra Nyayasamvara dari Wat Bovoranives, Bangkok, Thailand yang datang bersama lebih dari sepuluh orang Bhikkhu dari Thailand. Yang juga banyak perannya dalam pembangunan Uposathagara tersebut adalah Phra Sombat Pavito Thera (juga dari Thailand). Dengan adanya Uposathagara tersebut, maka para calon Bhikkhu dari Indonesia tidak perlu lagi harus ke Thailand untuk ditahbiskan. Maka, untuk pertama kalinya, tepatnya pada 6 Desember 1987, Uposathagara itu dipergunakan untuk menahbiskan tiga orang Bhikkhu Indonesia dengan Y.M. Sukhemo Thera sebagai Upajjhaya. Tiga orang Bhikkhu adalah Y.M. Bhikkhu Jagaro, Y.M. Bhikkhu Gandhako (alm.), dan Y.M. Bhikkhu Khantidharo.

Sidang Khusus Widyeka Sabha WALUBI pada 8 Juli 1987 dan Sidang DPP WALUBI (9-10 Juli 1987) menjadi sidang-sidang yang penting. Karena melalui sidang-sidang itu, Widyeka Sabha WALUBI mengambil keputusan bulat mengenai NSI (Nichiren Syosyu Indonesia) dengan tidak mengakuinya sebagai sebuah Majelis Agama Buddha di Indonesia. Dasar yang dipakai antara lain, NSI ternyata berisi ajaran dan doktrin yang menyimpang/menyeleweng dari Agama Buddha yang berpedoman pada Kitab Suci Tripitaka/Tipitaka secara utuh terpadu sebagaimana yang diajarkan oleh Sang Buddha Gautama/Sakyamuni. Keputusan ini kemudian dilaksanakan oleh DPP WALUBI dengan mengeluarkan NSI dari keanggotaan WALUBI melalui Pernyataan DPP WALUBI No.01/DPP/WALUBI/87. Setelah peristiwa itu, WALUBI terdiri dari 3 (tiga) Sangha dan 6 (enam) Majelis Agama Buddha.

Pada Juli 1991 Sangha Theravãda Indonesia (STI) menyerahkan upadi (tanda penghargaan) kepada tiga orang tokoh umat Buddha, bertempat di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Jakarta. Ketiganya adalah Sumedha Widyadharma mendapat gelar SASANA CARIYA, (alm.) Anton Haliman mendapat gelar SASANA PALA, dan Visakha Hartati Tjakra Murdaya mendapat gelar SASANA PALA. Gelar penghargaan ini merupakan gelar kehormatan tertinggi saat itu dan juga yang pertama kali diberikan oleh STI.

Mulai 1993 sampai dengan 1994 kembali terjadi kemelut di dalam tubuh WALUBI. Kemelut kali ini berakhir dengan diberhentikannya Sangha Agung Indonesia dan Majelis Buddhayana Indonesia dari keanggotaan WALUBI pada 15 Oktober 1994.

Pada 12 Juli 1994 untuk pertama kalinya, Presiden Soeharto (saat itu) dan (alm.) Ny. Tien Soeharto bersedia menghadiri Dharmasanti Waisak 2538/1994 di Jakarta Hilton Convention Centre bersama dengan Wakil Presiden Tri Sutrisno dan Ny. Tuti Try Sutrisno serta sejumlah menteri.

Pada 18 Agustus 1994 dibentuk satu lembaga Buddhis baru yang diberi nama Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI) dengan Siti Hartati Murdaya, MBA sebagai Ketua Umum dan Drs. Oka Diputhera sebagai Sekjen.

Tanggal 2 April 1995 bertempat di Vihara Mendut, Mungkid, Jawa Tengah, Sangha Theravada Indonesia menganugerahkan tanda penghormatan kepada tiga orang Pengurus Pusat Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (MAPANBUDHI, sekarang Magabudhi -red). Penghargaan itu diberikan karena pengabdian terus menerus disertai dedikasi yang tinggi selama lebih dari dua puluh lima tahun dan turut aktif mengembangkan Agama Buddha Theravada di Indonesia. Mereka adalah Drs. Teja S. Mochtar Rashid (mendapat gelar DHAMMA VISARADA), Herman Satriyo Endro, S.H. (DHAMMA LANKARA), dan dr. R. Surya Widya (SASANA DHAJA).

<<Sebelumnya<<

Disarikan, diedit, dan dikembangkan seperlunya oleh Chandadhammo Benny Chandra dari buku: Agama Buddha dan Perkembangannya di Indonesia, Sumedha Widyadharma, P.C Mapanbudhi Tangerang, Cetakan kelima, 1995.

Diketik kembali oleh Djulita.

 

[]
Copyright © 2000-2003, BuddhistOnline.com. Hak cipta dilindungi undang-undang. Tidak diperkenankan mereproduksi seluruh maupun sebagian isi halaman ini tanpa ijin tertulis dari BuddhistOnline.com dan mencantumkan sumber dari: BuddhistOnline.com (http://www.buddhistonline.com).
Hosting powered by HostingAnda.com. Designed by mediacyber.com.
[]